Jangan Terkesima Return Yang Tinggi |
Setiap akhir tahun para manajer investasi (MI) akan mengusahakan
agar portofolionya menghasilkan tingkat pengembalian ( return )
setidaknya mencapai target yang sudah ditetapkan, syukur jika returnnya
bisa melebihi target atau menjadi "juara" dengan mengalahkan return
para pesaingnya. Umumnya dengan return yang tinggi, lebih mudah
menjual jasa pengelolaan investasi atau reksadana dikemudian hari.
Investorpun pada umumnya senang dengan return yang tinggi sehingga
terkadang melupakan resiko investasi atau lebih parah lagi tidak
mengetahui bahwa resiko harus dipertimbangkan dalam pengambilan
keputusan investasi. Berdasar pengalaman penulis, ketidaktahuan
investor amat wajar mengingat investor institusi pun banyak yang
belum mempertimbangkan faktor resiko dengan seksama.
Sebelum kita berbicara lebih jauh, apa sebetulnya yang dimaksud
dengan resiko investasi ? Dalam berinvestasi kita tentunya mempunyai
harapan berapa return yang kita inginkan untuk periode waktu tertentu
yang disebut expected return. Namun kenyataannya setelah periode
tersebut, actual return atau return yang sesungguhnya kita terima
belum tentu sesuai dengan yang kita harapkan, bisa lebih besar bisa
pula lebih kecil. Melencengnya actual return terhadap expected return
inilah yang disebut resiko. Makin besar melenceng maka makin besar
pula resikonya. Dalam statistik resiko ini diukur dengan standard
deviasi.
Berikut ini ilustrasi sederhana dengan mengambil contoh investasi
pada reksadana, namun kegunaan atau penerapannya tidak terbatas
pada investasi reksadana saja tetapi berlaku untuk semua investasi
seperti pemilihan saham / obligasi yang anda lakukan sendiri. Tujuan
dari ilustrasi ini adalah menjelaskan mengapa kita perlu memperhatikan
resiko disamping melihat return.
Apabila anda mempunyai dana lebih untuk investasi misalkan pada
reksadana, tentunya anda dihadapkan pada banyak pilihan reksadana
yang dikelola oleh berbagai manajer investasi. Langkah pertama yang
umumnya dilakukan investor adalah melihat daftar Nilai Aktiva Bersih
( NAB ) per Unit Pernyertaan (UP) atau semacam "harga" reksadana
yang diterbitkan di koran setiap hari. Pada daftar tersebut tercantum
juga return 30 hari terakhir dan return 1 tahun terakhir. Secara
logis anda akan tertarik pada reksadana yang memberikan return tertinggi
atau dalam kisaran tertinggi, misalkan 5 reksadana return tertinggi.
Nah, dari situlah anda memilih mana yang terbaik atau sesuai dengan
tujuan investasi anda.
Sebetulnya langkah tersebut tidak salah, namun belum lengkap bila
anda tidak memperhatikan resiko. Misalkan anda mengamati ada 2 manajer
investasi yang mengelola reksadana A dan B yang mana manajer investasi
A menghasilkan return rata-rata 20% per tahun selama lima tahun
terakhir dan kita percaya tahun depan kinerjanya masih konsisten
seperti tahun-tahun sebelumnya. Selain itu ada pilihan manajer investasi
B yang menghasilkan return rata-rata 15% per tahun selama lima tahun
terakhir dan kita juga percaya tahun depan kinerjanya masih konsisten
seperti sebelumnya. Pertanyaannya manajer investasi manakah yang
anda inginkan untuk mengelola uang anda selama setahun kedepan ?
Bila kita melihat hanya return saja maka tampaknya pertanyaan
diatas seperti pertanyaan bodoh. Namun sebetulnya pertanyaan tersebut
adalah pertanyaan kritis yang perlu ditelaah lebih lanjut. Caranya
dengan melihat kinerja historis dari tahun ketahun untuk kedua manajer
investasi tersebut. Manajer investasi A mempunyai kinerja dalam
lima tahun terakhir seperti tabel 1 :
1 |
40% |
2 |
50% |
3 |
-20% |
4 |
60% |
5 |
30% |
Tampak bahwa kinerja manajer investasi A berfluktuasi. Pada tahun
pertama dana kelolaannya naik 40% dan tahun kedua naik 50% selanjutnya
turun 20% namun tahun keempat naik 60%, kemudian tahun kelima turun
30%. Secara keseluruhan rata-rata kinerja manajer investasi A adalah
20% ( jumlahkan kinerja lima tahun tersebut dan bagilah dengan 5
).
Sedangkan manajer investasi B yang mempunyai kinerja rata-rata
15% dengan catatan prestasi seperti tabel 2.
1 |
15% |
2 |
15% |
3 |
15% |
4 |
15% |
5 |
15% |
Tampak disini manajer investasi B lebih konsisten kinerjanya. Namun
tetap saja return-nya dibawah return manajer investasi A. Kalau
begini keadaannya apakah salah, bila investor memilih manajer investasi
A ? Bukankah manajer investasi A menghasilkan uang yang lebih banyak
?
Untuk menjawab pertanyaan ini perlu dihitung berapa uang yang
bisa dihasilkan masing-masing manajer investasi dengan cara mengasumsikan
uang sebesar masing-masing Rp. 100 sebagai modal awal yang dikelola
oleh kedua manajer investasi tersebut. Dana awal Rp. 100 ditahun
pertama dikelola manajer investasi A akan menjadi Rp. 140 ( = Rp.
100 x 1.40) sedangkan dengan manajer investasi B dana awal Rp. 100
menjadi Rp. 115 ( = Rp. 100 x 1.15 ). Pada tahun kedua, dana kelolaan
sebesar Rp. 140 di manajer investasi A naik 50% menjadi Rp. 210
( = Rp. 140 x 1.50 ) sedangkan dana kelolaan manajer investasi B
pada tahun kedua naik 15% menjadi Rp. 132.3 ( = Rp. 115 x 1.15 )
. Demikian seterusnya kita selesaikan perhitungan hingga akhir tahun
kelima. Hasil dari pengelolaan kedua manajer investasi disajikan
pada tabel berikut :
1 |
40% |
Rp. 140.0 |
15% |
Rp. 115.0 |
2 |
50% |
Rp. 210.0 |
15% |
Rp. 132.3 |
3 |
-20% |
Rp. 168.0 |
15% |
Rp. 152.1 |
4 |
60% |
Rp. 268.8 |
15% |
Rp. 174.9 |
5 |
30% |
Rp. 188.2 |
15% |
Rp. 201.1 |
Tampak disini hasil kelolaan manajer investasi B ( Rp. 201.1 )
lebih tinggi dibanding manajer investasi A ( Rp. 188.2 ). Dengan
demikian investor seharusnya memilih manajer investasi B yang sekilas
tampak "hanya" memberikan return 15% saja.
Dari sini kita bisa menarik paling tidak tiga pelajaran yaitu :
- untuk menghitung return, gunakanlah geometric return yang mengukur
berapa Rp. yang dihasilkan. Jangan menggunakan arithmetic return
atau rata-rata return tahunan. Bila kita menghitung return manajer
investasi A dengan geometric return maka hasilnya adalah 13.48%
yang didapat dari rumus [((1+r1)*(1+r2)*(1+r3)*(1+r4) .*(1+rn))^(1/n)]-1
. Atau dengan kata lain bila dana awal Rp. 100 dikelola oleh manajer
investasi A selama lima tahun dengan return konsisten sebesar
13.48% maka pada akhir tahun kelima hasilnya adalah Rp. 188.2
seperti terlihat di tabel. Singkat kata return sebenarnya bukan
20% seperti yang dia klaim,
- selain perhitungan return, perhatikan resiko yang dinyatakan
dari konsistensi return. Semakin konsisten kinerjanya semakin
kecil resikonya. Apa jadinya bila investor menginvestasikan dana
misalnya pada awal tahun kelima, investor tersebut akan kehilangan
30% dananya. Dengan manajer investasi yang volatil kinerjanya
kita tidak tahu kapan saat yang menguntungkan untuk berinvestasi,
- sebelum memilih manajer investasi, asumsikan hal terburuk yang
bisa terjadi dengan berinvestasi pada tahun terburuk dan lihat
apakah kita sanggup menerima resiko sebesar itu.
Masih banyak lagi yang harus diperhatikan selain faktor resiko dan
return seperti siapa tim manajer investasi, bagaimana pengambilan
suatu keputusan investasi, bagaimana kredibilitas perusahaan / grup
afiliasinya, kebijakan investasinya, peraturan perpajakan dan masih
banyak lagi informasi yang bisa digali dari prospectus, company profile
dan laporan tahunan ( annual report ). Namun dengan memperhatikan
return dan resiko setidaknya kita bisa menghindari potensi kerugian
apabila ada manajer investasi atau agen penjual yang menyembunyikan
kinerjanya dibalik return yang " tinggi ". |